Banten,eksoresinews.com
Terkait surat Nomor: B.67 / Res.1.10/2022/Dirreskrimum dari Kepolisian Daerah Banten, tertanggal 07 Januari 2022, tentang pemanggilan wartawan media online anekafakta.com atas nama Eva Andriani sebagai tindak lanjut atas laporan pemilik gudang dan atau importir di Balaraja, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, menegaskan kepada oknum-oknum polisi yang terlibat masalah ini agar jangan sekali-kali menggunakan hukum untuk mengkriminalisasi wartawan dan pewarta. Hal itu disampaikannya kepada jaringan redaksi media se-nusantara menanggapi adanya surat Undangan Klarifikasi dari Subdit III Dirreskrimum Polda Banten terhadap anggota PPWI, Eva Andriani, Sabtu, 8 Januari 2022.
Pola kriminalisasi yang dilakukan oleh oknum polisi di Polda Banten, sambung alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu, menggunakan tangan warga sipil perwakilan pemilik gudang dan importir bernama Rofiq Hakim Safari untuk menjerat wartawan adalah salah satu contoh industri hukum yang dimaksudkan oleh Menko Polhukam, Mahfud MD, di depan para petinggi Polri beberapa waktu lalu [1]. Oknum aparat mencari-cari pasal dalam perundangan untuk menyalahkan dan menghukum seseorang.
Setiap anggota Polri dan aparat hukum di negeri ini harus mengetahui, mengerti, memahami, dan menerapkan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari bahwa wartawan yang menjalankan Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers jelas-jelas dilindungi oleh UU Pers itu sendiri dan Pasal 50 KUHP. “Orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang, tidak boleh dipidana,” tegas Wilson Lalengke [2].
Dalam investigasi keberadaan kegiatan yang diduga ilegal di gudang Balaraja, Tangerang, Banten, oleh wartawan Eva Andriani dan kawan-kawan beberapa waktu lalu, mereka melaksanakan tugas sebagaimana diamanatkan UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers tersebut. Jika oknum polisi di Polda Banten mendakwakan wartawan yang melakukan tugas investigasi dengan pasal-pasal yang tidak relevan dengan konteks peristiwa di lapangan, seperti disangkakan memasuki pekarangan tanpa ijin, dan lain sebagainya, maka patut diduga bahwa para oknum polisi ini tidak mengerti dan memahami hukum dan perundang-undangan.
“Mereka semestinya tidak bertugas sebagai polisi penegak hukum karena akan salah dalam penerapan hukum, tapi sebaiknya dimutasi sebagai tukang foto kopi di unit usaha koperasi saja,” ujar tokoh pers yang selalu gigih membela wartawan itu.
Justru dengan pemanggilan terhadap wartawan Eva Andriani, lanjut Lalengke, hal itu menunjukan bahwa mereka sedang melakukan industri hukum untuk kepentingan pribadi dan kelompok oknum-oknum terkait. Sangat patut diduga, rekayasa hukum terhadap Eva Andriani ini terkait erat dengan pelaporan oknum-oknum polisi di lingkungan Polda Banten oleh Eva dan kawan-kawan yang sedang berproses di Divisi Propam Mabes Polri.
“Oleh karena itu, PPWI mendesak Kapolri agar segera mengevaluasi oknum-oknum polisi di Polda Banten yang mencoba mengkriminalisasi wartawan. Wartawan dan pewarta adalah mitra Anda dalam mengontrol setiap perilaku melawan hukum yang dilakukan oleh oknum warga masyarakat, seperti yang diduga dilakukan pemilik Gudang Balaraja, Rofiq Hakim Safari, dan jaringan mafia importir pakaian bekas-nya itu,” pinta trainer jurnalistik yang sudah melatih ribuan anggota TNI, Polri, PNS, ASN, mahasiswa, wartawan, ormas, LSM, dan masyarakat umum itu berharap.
Lalengke selanjutnya menutup releasenya dengan pesan agar seluruh jaringan PPWI mengawal kasus ini, “Kepada jaringan Persatuan Pewarta Warga Indonesia di seluruh Indonesia dan luar negeri, kawal kasus ini, sesuaikan dengan SOP masing-masing,” pungkasnya.
(Edi/FPRN/Red)
Catatan:
[1] VIDEO FULL Mahfud MD Menko Jokowi Ulas Mafia Industri Hukum: Hakim, Jaksa, Polisi Main; https://www.youtube.com/watch?v=sMlHife5Oz0
[2] Pasal 50 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana); https://yuridis.id/pasal-50-kuhp-kitab-undang-undang-hukum-pidana/