JAKARTA,ekspresinews.com
Artificial Intelligence memang akan banyak mengambil alih pekerjaan manusia. Mulai dari mengoperasikan peralatan dapur– rice cocker hingga obat nyamuk elektronik di kamar tidur pribadi — semua tinggal pencet saja, secara otomatis bisa berjalan sendiri secara sesuai dengan apa yang diinginkan dari sistem yang telah di sebelumnya. Belum lagi peralatan lain yang lebih canggih, seperti mesin penghitung uang, mesin pengiriman duit dan mesin penarikan untuk keperluan lain, tidak lagi perlu ada pelayanan yang ekstra. Semua dapat dilakukan sendiri, sesuai dengan kepemilikan yang sudah kita punya.
Dalam jasa pelayanan umum pun begitu, semua sudah bisa dilakukan sendiri tanpa perlu bantuan orang lain. Seperti pengisian bahan bakar kendaraan misalnya, sejak awal tahun 1990-an di Eropa sudah dilakukan sendiri oleh pemilik kendaraan, sehingga yang punya tinggal menempelkan kartu bank atau voucher yang dia miliki seperti kartu bus way yang mulai digunakan di Indonesia sekitar lima tahun lalu. Sementara di berbagai negara maju semua tinggal memencet sejak 30 tahun silam. Artinya, untuk mereka yang bekerja pada berbagai bidang tertentu itu dahulu, kini sudah tidak lagi terpakai, karena proses pekerjaannya sudah diambil alih oleh mesin.
Cara kerja artificial intelligence secara sederhana pun begitu. Seperti mengulek cabe untuk dijadikan sambel yang enak untuk lauk makan, tinggal masukkan beragam bahan yang diperlukan, lalu mesin giling akan meracik secara mekanis sambel itu hingga siap saji. Masalahnya tinggal suka cita selera kita saja yang perlu dijaga dengan rumus-rumus baku yang diperoleh serta disesuaikan dengan pengalaman yang didapat dari kehidupan sehari-hari. Artinya, mesin secanggih apapun itu — termasuk kerja jenius artificial Intelligence sekali pun — tidak bisa mewakili presisi cita rasa serta perasaan kita sebagai manusia. Termasuk belas kasihan, simpati dan penghormatan hingga keindahan dan daya fantasi serta keyakinan maupun kepercayaan yang bersemayam di dalam kalbu setiap manusia, tidak mungkin dapat direbut Atar diambil alih oleh kecerdasan apapun seperti kemampuan yang dimiliki oleh teknologi secanggih artificial intelligence. Karena dampak dari mesin pengganti yang mengambil alih pekerjaan manusia itu yang paling dakhsyat pengaruhnya terhadap manusia hanyalah sekedar mengikis keimanan, keyakinan, kepercayaan yang bersemayam dalam jiwa kita. Karena itu, semua yang bersifat kejiwaan perlu untuk dijaga, agar tidak sampai tergradasi kualitasnya, meski cukup sulit pula untuk ditingkatkan kualitas ketajaman, kepekaan serta sensitivitasnya sangat bersentuhan dengan fungsi dan peran dari artificial Intelligence maupun sejenisnya yang akan sangat membedakan kita sebagai manusia dengan sikap robot.
Setidaknya, sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai kemuliaan yang luhur — seperti dijanjikan Tuhan untuk manusia sebagai khalifah (wakil Tuhan di bumi), maka komitmen dan kesetiaan yang berkaitan kasih dan sayang Tuhan itu perlu dijaga. Jika tidak, maka hakekat dari kesejatian manusia justru akan lebih rendah derajat dan martabatnya dibanding robot. Jadi, proses robotisasi sesungguhnya tengah berlangsung sejak revolusi teknologi hight tech yang telah mencapai gried keempat atau yang acap disebut four point zero sekarang.
Dalam kondisi dan situasi seperti sekarang ini, perlunya penakaran sehat jasmani dan rohani perlu dirinci lebih seksama, seperti kondisi lahir serta kondisi batin. Sebab yang bersifat lahir bisa saja tampak baik-baik dan sehat, tetapi di kedalaman batin sangat mungkin keropos dan busuk, persis semacam ulah para koruptor yang dilakukan oleh kaum intelektual yang tidak bermoral — abai pada etika — dan kehampaan akhlaknya yang mulus sebagai manusia yang selayaknya bersifat mulia. Itulah sebabnya fenomena gerakan kebangkitan dan kesadaran spiritual sebagai benteng pelindung manusia agar tidak hilang watak dan hakekat kemanusiaan semakin relevan dilakukan. Sebab hanya melalui laku spiritual yang serius dan gigih dilakukan, makna kehampaan hidup — setelah kaya raya dan berkuasa — seperti tidak ada apa-apanya. Karena kebahagiaan tetap bersemayam di dalam jiwa yang tenteram dan damai.
Agaknya, pilihan sikap dan langkah untuk menangkal gerusan dari ketangguhan teknologi paling modern yang terus melaju seakan hendak menembus langit, perlu dihadapi dengan jurus spiritual yang cerdas dan tangkas, supaya tidak sampai kehilangan kodrat kemanusiaan yang paling mulia yang telah diberikan Tuhan, supaya tidak sia-sia.
(Korlipda-PewartaNKRI.Jacob.E/Red)
#Terintegrasi Media Cetak AMPER@ PressTASI PUSAKA dan JAringan Wartawan Aktivis Relawan nusantarA