Anda pernah nonton film ini ? ” Super 30″. Ya, saya sangat suka dan selalu mengenang film ini. Hingga tak terasa saya tinggal 4 tahun lagi jadi guru dan pensiun. Tidak terasa pengabdian saya menjadi guru belum apa2 bila mengenang film ini.
Walaupun mungkin film ini sebenarnya cuma fiksi. Tetapi setidaknya telah memotivasi dan menginspirasi saya untuk berprestasi menjadi guru.
Memang saya telat menjadi seorang guru ( guru ASN, maksudnya ). Karena setelah lulus PTN guru, saya jadi guru honorer . Tetapi karena gaji guru honorer saya anggap kurang cukup untuk menghidupi keluarga, maka akhirnya banting setir berwirausaha dari mulai jadi instruktur kursus komputer, manajer lembaga keuangan syariah, menjadi wartawan hingga menjadi paranormal dan terapis. Tetapi walaupun telat jadi guru dengan pangkat ll/c saya berhasil jadi juara l guru teladan/ berprestasi, juara l olimpiade guru nasional (OGN) bidang studi yg saya ampu, juga juara l lomba karya tulis /penelitian guru walaupun hanya di tingkat Kabupaten. Tentu saja saya puas. Saya juga menularkan prestasi ini kepada murid-murid di sekolah hingga meraih beberapa prestasi juara l,ll dan lll di tingkat nasional di bidang penelitian siswa dan juga mengantarkan finalis nasional lomba ketua OSIS Berprestasi Nasional dalam kawah kepemimpinan pelajar Kemendikbud. Bahkan membuat bimbingan kursus gratis bina juara karya tulis ilmiah SMP, SMA dan PT yang berhasil mengantarkan juara2 prestisius di tingkat nasional di bawah bendera Sekolah CAKEP ( Cita Rasa Kebaikan Pelajar) lndramayu, sebuah komunitas non nirlaba besutan Mr. H. Rizki Amali Rosyadi, M. Kom. dan kawan-kawan.
Saya dulu suka sekali nonton film ini, Ada beberapa film India yang banyak memberi pesan-pesan positif, bukan sekedar hiburan belaka.
Salah satu film India yang berkesan bagi saya ya film Super 30 yang dibintangi Hrithik Roshan.
Berikut sedikit review tentang film ini. Film ini adalah film tentang pendidikan. Mengenai upaya seorang guru matematika mendidik anak-anak miskin dalam keterbatasan fasilitas agar lolos ke sebuah kampus elit.
Bukan langkah mudah bagi pria miskin macam Anand Kumar (Hrithik Roshan) untuk melejitkan potensinya. Dia jenius. Peraih medali emas kompetisi matematikawan nasional, serta mampu memecahkan rumus matematika tersulit hingga lulus ke Universitas Cambridge. Sayang, dia menunda impiannya karena kondisi finansial yang cupet.
Nasibnya terkerek ketika dia bekerja di lembaga bimbingan belajar elit. Dia jadi guru favorit. Ekonominya terangkat. Sayang, dia tidak menemukan kepuasan batin. Apalagi ketika melihat orang-orang miskin tidak punya uang membayar bimbingan belajar sampai bisa lulus Indian Institute of Technology (IIT). Dia merasa menjadi bagian dari sindikat dalam dunia pendidikan. Sesuatu yang dia sesalkan.
Akhirnya, Anand banting setir membuka bimbel sendiri. Gratis. Syaratnya: anak orang miskin. Jumlahnya dibatasi hanya 30 peserta. Lokasinya di sebuah gedung reyot yang nyaris ambruk. Dengan keterbatasannya, dia berjuang mendidik kaum pinggiran ini untuk bisa lolos ke seleksi mahasiswa IIT, bahkan memompa semangat mereka menjadi para ilmuwan. Jadilah kamera sutradara Vikas Bahl bergerak cepat menyorot wajah-wajah kucel ketika menjawab cita-citanya: ilmuwan NASA, ahli nuklir, pakar rekayasa bioteknologi, dan sebagainya.
Film ini memang berdasarkan kiprah Anand Kumar dengan program Super 30-nya yang masyhur di India. Anak-anak dari keluarga fakir yang punya potensi untuk diledakkan.
Proyek prestisius ini dia mulai tahun 2002. Hingga tahun 2018, dari 480 anak-anak yang les di sini, 422 di antaranya berhasil lulus ujian masuk kampus IIT, perguruan tinggi teknik paling prestisus di India.
Tapi, dalam film ini saya justru melihat gambaran kelas sosial. Kalau mau lolos IIT, harus pintar. Untuk pintar harus banyak duit. Kalau banyak duit, bisa kursus dan ikut bimbingan agar bisa lolos ke kampus elit itu. Dan, orang-orang miskin dengan potensi besar harus tersisih karena tiada fulus.
Orang kaya membangun jalan yang mulus, dan mereka membiarkan jalanan orang miskin dengan lubang mengaga. Mereka tidak membangun jalan ini agar kita bisa melompatinya. Melompat sejauh-jauhnya. Demikian kurang lebih doktrin Anand Kumar kepada anak didiknya.
Melihat film tentang perjuangan tokoh film ini Anand Kumar dalam film membuat saya tersindir. saya bertanya kepada diri sendiri : sudah seberapa besar perjuangan saya dalam mengajar ? Dalam memasyarakatkan belajar dan membelajarkan masyarakat seperti yang sering dipesankan oleh Syaikhina Maimoen Zubair ? Sudah sebesar apa perjuangan saya dalam mencerdaskan anak-anak bangsa ? Saya sadar dan saya yakin bahwa diluar sana masih banyak “Anand Kumar”, banyak anak yang memiliki kecerdasan, mempunyai tekad yang kuat untuk sekolah, akan tetapi ia harus mengubur impiannya karena masalah ekonomi. Ada juga yang sedang semangat-semangatnya belajar di sekolah, punya niat untuk sekolah namun berhenti di tengah jalan, sekali lagi gara-gara masalah ekonomi.
Syukur Alhamdulillah, selama saya mengajar di sekolah saya, saya bangga karena saya banyak dibutuhkan untuk mensupport teman2 dan siswa untuk selalu berprestasi . Saya puas mengajar di sekolah dengan input siswa yang umumnya dari latar belakang masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Tetapi berkat proses pembelajaran yang kompak, prestasinya sangat luar biasa.
Indramayu, 7 Juni 2022
Sujaya
Sebuah Memoar dan inspirasi