Kota Cirebon memiliki situs makam Cina yang terbilang populer, letaknya di Samping PGC (Pusat Grosir Cirebon), penduduk sekitar menyebutnya makam tumpang bong Cina, di depan komplek makam tersebut terdapat papan keterangan yang memuat nama tokoh yang dimakamkan, namanya Tumenggung Aria Wira Cula.
Dalam catatan sejarah Cirebon, sebagaimana yang dituliskan Sulendraningrat, disebutkan bahwa sebenarnya pada komplek pemakaman tersebut berisi dua jenazah suami-istri. Yang lelaki bernama Tan Sam Cay Khong dan istrinya bernama Loa Lip Ay.
Suami-istri almarhum ini waktu hidupnya beragama Budha. Tan Sam Cay Khong berasal dari kampung Tin Lam Sia, Kabupaten Ciang Ciu Liong Kee, Propinsi Hokkian sekarang bagian dari Negara Republik Rakyat Cina.
Tan Sam Cay Khong merupakan saudagar sekaligus bangsawan dari Cina yang kaya raya, mempunyai hubungan baik dan dengan Pemerintah Belanda dan Sultan Kasepuhan Cirebon, selain itu kedua tokoh itu juga dikenal dermawan kepada fakir-miskin dan suka menolong orang dalam kesusahan. Ia dihormati oleh kalangan bangsanya.
Kebaikan prilaku serta budi pekerti Tan Sam Cay Khong membuat Sultan Kasepuhan memberinya gelar”Tumenggung Aria Wira Cula” juga titel Dipa/Orang besar.
Diantara anak-anak Tumenggung Aria Wira Cula adalah Tan Kiu Ngau dan Tan Thian Song. Tumenggung Aria Wira Cula meninggal dunia pada Tahun 1739 J/1817 M. Makamnya semula dinamai “Makam Siang Kong” yang bermaksud sepasang suami-istri.
Jenazah Tumenggung Aria Wira Cula dikubur di area pemakam tersebut atas persetujuan Tan Cin Kie, yang kala itu menjabat sebagai Mayoor der Chinezen/Mayor Bangsa Cina dibawah naungan Pemerintah Belanda.
Makam Tumenggung Aria Wira Cula
Tempat tinggal daripada Mayor Tan Cin Kie adalah gedung besar sebelah Barat Restaurant Bandung di Pasuketan yang sekarang ditempati oleh Dokter Gigi. Selain sebagai Mayoor ia juga seorang leverancier atau pengirim bahan-bahan yang dibutuhkan pada berbagai pos Belanda.
Makam Tumenggung Wira Cula letaknya tidak terlampau jauh dari Kali (Sungai) Sukalila. Nama Kali Sukalila sendiri tercatat sudah ada sejak tahun 1480-an, dinamakan Kali Sukalila berhubungan dengan peristiwa pemotongan Rambut Syekh Magelung Sakti oleh Sunan Gunung Jati.
Ketika Syekh Magelung dipotong rambutnya ia mengucap “suka ridho”. Sejak itulah kali itu disebut kali Sukalila. Kuburan rambutnya sekarang masih ada berbentuk makam di sebelah Selatan kali Sukalila, presis di pinggir tikungan jalan Keboncai.
(Jurnalist Warga Harun Sutejo WAG ABS/Red)
Diakses bulletin PUSAKA dan PressTASI
📲 081802391556 dan 0831 4822 3467