Search
Tertarik Pasang Iklan ? Hubungi

Tragika Penunggang Banteng Yang Hendak Turun Akan Dibuat Film Kolosal Dalam Layar Lebar(Penulis Jacob Ereste)

IMG-20240813-WA0012.jpg

Tragika Penunggang Banteng Yang Hendak Turun Akan Dibuat Film Kolosal Dalam Layar Lebar(Penulis Jacob Ereste)

ARTIKEL-Jacob Ereste,ekspresinews.com
Kisah penunggang banteng itu memang tidak jamak dalam tradisi Kraton Mataram maupun Kerajaan Sriwijaya di masa silam. Tapi dalam budaya tertentu saja banteng bisa dijadikan alat tunggangan, seperti membajak sawah untuk memetik hasil panen yang berlimpah, tanpa perlu hirau pada kebutuhan dasar sang banteng yang patut dan layak diperhatikan juga hak dasarnya.

Karena itu muncul masalah, ketika harus turun setelah puas menunggangi banteng itu yang mulai bringas terus menahan kejengkelan akibat ulah semena-mena. Padahal, banteng pun punya tata kerama agar tidak buas membringas seperti adat penunggang yang tak tahu diri itu. Ibarat kata pepatah Melayu yang sudah usang, itulah ciri orang yang tak pandai mengukur baju di badan.

Akibatnya, orang banyak menjadi paham kisah serupa ini mirip dengan Si Malin Kundang yang terkutuk menjadi batu. Cerita serupa ini sungguh sudah bisa diduga sebelumnya. Tapi banyak orang terlanjur terkecoh dengan ulahnya yang gemar menyamar menjadi “wong cilik”, seakan-akan akrab dengan got yang mampet dan parit yang kotor.

Tipu daya serupa itu memang sulit diterka dalam kepongahan politik yang acap merasa lebih banyak tahu tentang semua hal. Sehingga buaya dianggap kadal yang tidak mungkin berulah diluar dugaan. Toh, realitas nya penyesalan itu memang tidak pernah terjadi pada saat awal transaksi dilakukan.

Memang sekarang, tinggal menunggu penunggang yang songong itu turun yang kini bergelayut di pohon beringin tetangga entah sampai kapan lama waktunya bisa bertahan. Meski dengusan banteng semakin seru menderu, membuat bulu kuduk siapapun yang menatapnya membayangkan kengerian yang sangat membuat hati berdebar.

Yang pasti, kisah penunggang banteng yang maha gagah ini telah menarik perhatian seorang kawan yang berprofesi sebagai sutradara sekaligus produser film layar lebar di Indonesia yang tengah lesu darah, karena tak punya cerita tragedi yang dramatik, meski mungkin tak sehebat tragedi Romawi pada masa silam. Namun sekedar untuk mengimbangi tragika di Bangladesh yang baru berkecamuk bisalah menjadi tontonan yang mengedukasi generasi muda untuk menghadapi masa depan yang lebih barat.

Sayangnya skenario yang ingin diangkat sang Sutradara ke layar lebar dalam bentuk kolosal ini ternyata tidak semudah transaksi biasa, termasuk jika dibanding dengan jual beli partai politik yang sudah lebih mudah dan gampang dilakukan di Indonesia sekarang. Sebab skenario film sepenuhnya mengunggulkan idealisme, sedangkan partai politik di Indonesia cukup menghitung rugi dan untung saja. Maka itu, produksi film kolosal yang diharap dapat menampilkan tragika yang utuh masih harus menunggu waktu yang tepat untuk dibuat. Sebab pemeran utama dan segenap pendukungnya lumayan banyak, termasuk mereka yang terkesan duduk duduk manis di parlemen sampai sekarang.
Pecenongan, 12 Agustus 2024

#Terintegrasi Mediacetak AMPER@ PressTASI PUSAKA dan JAringan Wartawan Aktivis Relawan nusantarA

Berita Lainya...

Verified by MonsterInsights