Search
Tertarik Pasang Iklan ? Hubungi

BERPIKIR KRITIS (Oleh: Adiwarman)

1000103183

BERPIKIR KRITIS (Oleh: Adiwarman)

ARTIKEL-Adiwarman, eksperinews.com
Berpikir kritis sering diucapkan dalam berbagai perbincangan. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan berpikir kritis? Jika ditelusuri, sejak Plato berargumen tubuh terpisah dengan jiwa, kemudian Aristoteles mengajarkan logika silogisme untuk membangun retorika, sesungguh berpikir kritis sudah terbangun. Tentu tidak dapat diabaikan apa yang disampaikan Francis Bacon (1561-1626), Rene Descartes (1596-1650) dengan Method and Discourse (1637), Saint Simon (1760-1825), tiga guru besar positivisme. Berlanjut pada cara berpikir yang ditawarkan oleh Karl R. Popper (1902-1994) dengan falsifikasi (1934), A.J. Ayer dengan mode verifikasi (1936), Thomas Kuhn dengan revolusi sains (1962), masyarakat komunikatif nya Jurgen Habermas (1981) untuk menyebut beberapa nama besar pemikiran kritis.

Berpikir kritis, jika mengikuti sejarah pemikiran, maka ia adalah karunia yang melekat pada akal. Artinya, berpikir kritis adalah sebentuk penalaran yang dapat dilatihkan. Pada ujungnya, berpikir kritis mengantarkan pada pemecahan masalah seperti yang diajarkan para guru-guru tersebut.

John Butterworth dan Geoff Twaithes (2005) menyebut 3 elemen, secara praktis, dalam berpikir kritis yakni penalaran, berpikir kreatif, refleksi. Mundur ke tahun 1990 an, John Parker menyebutkan soal kebutuhan untuk menampilkan kejelasan pikiran dan tulisan dengan cara deduktif, dengan kredibilitas melalui retorika dengan menghindarkan dari kesesatan berpikir (1991). Ada beberapa standar teknis-praktis untuk berpikir kritis Clarity (kejelasan), Precision (presisi), Accuracy (ketepatan), Relevance (relevansi), Consistency (konsistensi), Logical Correctness (ketepatan logika), Completeness (kelengkapan), Fairness (kewajaran) (Bassham, Irwin, Nardone, Wallace, 2002).

Dengan merujuk pada ajaran tersebut, berpikir kritis merupakan hal yang tidak hanya bersifat teoritik, tetapi pemikir belakangan menunjukkan pada aspek praktis, bahkan teknis. Boleh jadi berpikir kritis adalah soal kebiasaan, soal kemauan atau soal kesediaan berlatih. Mengingat Tuhan menganugerahi 10 biliun neuron pada otak manusia (Suriasumantri, 1989), maka tidak ada yang tidak dapat dilakukan manusia untuk berpikir dan memikirkan banyak hal.

Harapannya, kemampuan berpikir kritis pada individu-individu akan mengantarkan apa yang disebut oleh Habermas untuk masyarakat komunikatif. Kemampuan bernalar, dengan deduktif atau induktif ataupun cara yang lain. Syaratnya, tidak ada bias dan kesesatan berpikir (Marching, 2021); (Faiz, 2020) dengan mengikuti logika dan retorikanya Aristoteles. Dengan begitu, kematangan pribadi dan masyarakat terbentuk. Perbincangan, perdebatan mengalir sesuai dengan tujuannya, menemukan kebenaran. Saling bertukar pandangan atau pikiran untuk memperkaya pemikiran, sekaligus menghasilkan jawaban atas persoalan atau tantangan yang dihadapi.

Cimanggis, 8 Juli 2025
Penulis: ADIWARMAN Alumni llSIP Jakarta
+62 812-8682-CCJB
#Terintegrasi Mediacetak AMPER@ PressTASI PUSAKA EksPRESSi MEREKAT dan JAringan Wartanet Aktivis Relawan nusantarA
📲083148223467. 081802391556. 086701336668. 083117120679