Memilih pemimpin yang ideal adalah sosok yang dekat dan berada di sekitar kita. Karena itu sangat naib jika kita harus menyepakati pemimpin yang datang dari luar yang pasti tak paham masalah yang merundung kita dan warga masyarakat sekitarnya.
Dalam Pemilu kali ini — tahun 2024 — keganjilan dan keanehan semakin menjadi-jadi setelah satu kroni berkuasa hingga banyak membuat kerusakan, tidak hanya yang bersifat fisik, tapi juga pandangan hidup bahkan keyakinan. Seperti ada calon pemimpin yang datang dari kampung tetangga untuk menjadi pemimpin di kampung kita.
Kalau saja hasrat warga dari kampung sebelah itu bisa sukses menjadi pemimpin di kampung kita, maka keanehan dan kejanggalan semakin menjadi-jadi hingga sulit diterima akal sehat. Boleh jadi tragedi semacam itu hanya bisa diterima oleh akal yang tidak sehat, alias sakit parah.
Bagaimana mungkin dari semua warga kampung kita seperti tidak ada seorang pun yang pantas menjadi pemimpin di kampung kita sendiri. Toh, beragam masalah dan keinginan, pasti warga kampung kita sendiri yang lebih paham dan lebih mengerti untuk menghadapi atau mengatasi masalahnya, kalau pun memang ada masalah.
Demikian juga dengan harapan dan kehendak yang telah lama dicita-citakan oleh warga kampung kita. Jadi memang sungguh janggal bisa mengharap dari seorang pemimpin yang datang dari kampung sebelah dengan pemahaman dan pengetahuannya yang pasti sangat terbatas, setidaknya bila mau dibanding dengan pengetahuan serta wawasan dan pemahaman yang dimiliki oleh warga kampung kita sendiri.
Kalau pun nanti ujuk-ujuk calon pemimpin di kampung kita yang berasal dari kampung tetangga sebelah itu bisa memenangkan pertarungan dalam pemilihan calon pemimpin di kampung kita, maka keanehan dan keganjilan jadi semakin tidak masuk akal. Sebab bagaimana mungkin warga kampung kita sendiri mau memilih pemimpin yang tidak dia kenal sama sekali, apalagi dapat memahami hasrat dan keinginan warga kampung kita yang pasti memiliki banyak keinginan yang sesuai dan selaras dengan kondisi kampung kita sendiri.
Padahal, andai pun pemimpin yang datang dari kampung sebelah itu geniusnya mampu menyundul langit, toh suja cita selera yang dia bawa dari kampung asalnya itu belun tentu cocok, atau bahkan bisa berbanding terbalik dengan suka cita selera dari warga kampung kita, termasuk dalam hal selera membangun dalam model maupun bentuk dari seni arsitektur yang klasik atau super modern.
Keanehan dan kejanggalan dalam tata cara pemilihan Kepala Daerah, calon anggota legislatif dan Presiden di negeri kita, tampaknya memang harus selalu disertai dengan gaduh dan kisruh, sehingga tatanan hukum dan perundang-undangan yang sudah dibuat hendak diubah seketika itu juga, sehingga mengesankan etika dalam politik kita memang masih sangat rendah. Karena itu sistem pemilihan tertutup dan terbuka seakan patut dan pantas dipersoalkan saat proses Pemilu lagi sedang (tengah) berlangsung. Bahkan birahi untuk tiga periode pun tak malu untuk dicuatkan.
Jadi kalau sampai kejadian ada calon pemimpin dari kampung tetangga yang bisa terpilih dan menjadi pemimpin di kampung kita, maka keanehan dan kejanggalan itu pun tidak lagi hanya ada di pihak pemimpin yang neranyak itu, tetapi bagi kita sebagai warga kampung sendiri untuk sekali lagi mematut-matut diri. Bagaimana mungkin segitu banyaknya warga kampung kita yang terbilang intelektual, tokoh agama, cerdik pandai serta cendekiawan bahkan pemuka masyarakat yang pantas dan patut menjadi panutan, mengapa tidak satu diantaranya bisa kita pilih menjadi pemimpin di kampung kita sendiri ?
Sistem Pemilu di negeri ini seperti tidak membatasi penduduk setempat hanya bisa mencalonkan diri dari untuk daerah atau wilayah tempat tinggalnya saja. Sehingga mungkin orang yang tidak ber-KTP setempat — bisa mengandalkan tanda pengenalnya dengan paspor atas nama warga dari negeri entah berantah juga.
(Banten, 16 Juni 2023)
By WAG-PMO. Kami tidak meminta sumbangan/menjual barang apapun kecuali iklan advertorial/pariwara sesuai profosal/kesepakatan