(Oleh Aldi Braga +62 813-7819-AFJB)
–bagian pertama—
ARTIKEL,ekspresinews.com. Paslon 01 dan 03 menggugat hasil pemilihan Presiden 2024 lewat MK, sejak 27 Maret 2024 mereka mulai bersidang. Melihat, mengamati selama 3 hari (27 – 29 Maret 2024) gugatan paslon 01 dan 03, jawaban : KPU, BAWASLU dan Paslon 02, menarik untuk disimak.
Ada tiga hal yang menjadi persoalan gugatan paslon 01 – 03, soal :
Pencapresan Gibran, Kecurangan Pemilu dan Bansos.
tentu ini salah alamat, karena MK menangani PHPU.
Mungkin para pakar, pengacara O1, dan 03 lupa soal
Pelanggaran Administratif Pemilu, Pidana Pemilu, dan Sengketa Pemilu, sengketa pemilu terbagi menjadi dua jenis yaitu sengketa proses pemilu dan sengketa hasil pemilu
Perselisihan tentang hasil pemilihan umum atau PHPU adalah perselisihan antara KPU dan peserta pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil pemilu secara nasional
#
Jenis Putusan MK tentang PHPU
Mahkamah Konstitusi (“MK”) menurut Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 memiliki wewenang untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Adapun mengenai mekanisme permohonan PHPU dapat dibaca dalam Pasal 74 s.d. Pasal 76 UU MK dan PMK 4/2023 serta perubahannya dalam PMK 2/2024 untuk tata cara beracara PHPU pemilu presiden dan wakil presiden. Sedangkan pedoman beracara PHPU DPR dan DPRD dapat disimak dalam PMK 2/2023.
Putusan MK terkait dengan PHPU, merupakan vonis majelis hakim untuk menyelesaikan suatu perkara PHPU presiden dan wakil presiden, maupun anggota DPR dan DPRD yang diajukan oleh pemohon dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK), diperiksa dan diputuskan dalam rapat permusyawaratan hakim, serta diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum, termasuk ketetapan.[1]
Lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 51 PMK 4/2023 dan Pasal 57 PMK 2/2023 bahwa putusan MK dapat berupa
putusan, putusan sela, atau ketetapan.
Adapun, jenis-jenis putusan MK terkait dengan PHPU, dapat disimak dalam Pasal 77 UU MK yaitu:
Permohonan tidak dapat diterima jika pemohon dan/atau permohonannya tidak memenuhi syarat.
Permohonan dikabulkan jika permohonan beralasan dengan menyatakan membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan *menetapkan hasil penghitungan suara yang benar.
*Permohonan ditolak jika permohonan tidak beralasan*.
Menambahkan amar selain yang ditentukan di atas, apabila dipandang perlu.[2]
Selain jenis putusan di atas, MK juga dapat memberikan putusan sela yaitu putusan yang dapat dijatuhkan oleh MK jika dipandang perlu yang berisi perintah kepada termohon dan/atau pihak lain untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu yang berkaitan dengan objek yang dipersengketakan.
Jika MK menjatuhkan putusan sela, yang selanjutnya MK dapat menyelenggarakan persidangan untuk mendengarkan laporan pelaksanaan hasil putusan sela sebagai dasar dan pertimbangan dalam menjatuhkan putusan.[3]
Selain putusan dan putusan sela, terdapat ketetapan yang dikeluarkan oleh MK dalam hal:[4]
Permohonan bukan merupakan kewenangan MK dengan menyatakan “Mahkamah tidak berwenang mengadili Permohonan Pemohon”;
Pemohon menarik kembali permohonan dengan menyatakan “Permohonan Pemohon ditarik kembali”; atau
Pemohon dan/atau kuasa hukum tidak hadir tanpa alasan yang sah pada sidang pertama pemeriksaan pendahuluan “Permohonan pemohon gugur”.
#
Contoh Ragam Putusan MK tentang PHPU
Berdasarkan laman putusan MK tentang Grafik PHPU disajikan data bahwa hingga kini,
perkara PHPU yang ditolak sebanyak 428 kasus,
ditarik kembali 13 kasus, dikabulkan sebagian sebanyak 21 kasus, dikabulkan ada 32 kasus, gugur berjumlah 34, dan tidak dapat diterima sebanyak 148 kasus.
Selanjutnya, ragam putusan MK tentang sengketa pemilu yaitu PHPU sebagai berikut:
Amar putusan tidak dapat diterima
Amar putusan tidak dapat diterima dapat ditemukan dalam Putusan MK No. 87/PHPU.C-VII/2009 tentang PHPU calon anggota DPR/DPRD dari Partai Suara Independen Rakyat Aceh (“SIRA”).
SIRA keberatan dengan penetapan KPU tentang penetapan hasil pemilu dan berpendapat bahwa penghitungan suara KPU diwarnai dengan kekerasan dan kecurangan dalam masa sosialisasi partai, kampanye, minggu tenang, dan pelaksanaan pemilu. Sehingga, partai SIRA tidak bisa memperoleh kursi di seluruh pemilihan di Aceh (hal. 6).
Namun, MK menyatakan bahwa dalil permohonan pemohon tidak cukup beralasan dan permohonan tidak dapat diterima (hal. 67 – 68). Salah satu alasannya karena petitum pemohon meminta keputusan KPU tentang penetapan hasil pemilu dibatalkan tanpa menguraikan penghitungan KPU yang salah dan tidak meminta MK agar menetapkan penghitungan pemohon yang benar sebagai dasar perolehan kursi DPRA dan DPRK di Aceh, sehingga MK harus menyatakan permohonan tidak dapat diterima (hal. 67).
Amar putusan ditolak
Amar putusan ditolak dapat disimak dalam Putusan MK No. 64/PHPU.C-VII/2009. Perkara tersebut merupakan PHPU calon anggota DPR/DPRD yang diajukan oleh Partai Demokrasi Indonesia (“PDK”) yang diwakili oleh pengurusnya.
Hal ini karena berdasarkan keputusan KPU tentang penetapan hasil pemilu, PDK tidak memperoleh kursi legislatif yang semestinya (hal. 4 – 5).
MK menilai bahwa permohonan pemohon ditolak untuk seluruhnya karena pemohon tidak dapat membuktikan dalil-dalil permohonannya (hal. 202 – 203). Salah satu contohnya adalah pada Dapil Muaro Jambi 3, Provinsi Jambi, pemohon mendalilkan bahwa terjadi pengurangan suara PDK sejumlah 53 suara. Namun, MK berpendapat bahwa bukti-bukti yang diajukan pemohon dan dalil-dalilnya tidak beralasan hukum dan harus ditolak (hal. 200 – 201).
Amar putusan dikabulkan sebagian
Amar putusan dikabulkan sebagian terdapat salah satunya dalam Putusan MK No. 73/PHPU.C-VII/2019. Perkara tersebut merupakan PHPU calon anggota DPR/DPRD yang diajukan oleh pengurus Partai Persatuan Daerah (“PPD”).
Perkara ini diajukan dengan dalil bahwa PPD menurut keputusan KPU mendapat suara secara nasional sebesar 550.581 atau setara 0,53%. Namun, menurut PPD terdapat perbedaan suara antara keputusan KPU dengan hasil perolehan suara di TPS, PPK, KPUD Provinsi, dan KPUD kabupaten/kota pada beberapa dapil (hal. 7).
Atas perkara ini, MK memutus untuk mengabulkan permohonan pemohon pemohon untuk sebagian dan menyatakan batal keputusan KPU tentang PHPU anggota DPR, DPD, DPRD sepanjang menyangkut dapil 6 Kabupaten Aceh Utara untuk PPD dan dapil Kabupaten Tapanuli Selatan 2 untuk PPD. MK menyatakan bahwa perolehan suara yang benar untuk PPD pada dapil 6 Kabupaten Aceh Utara sebesar 1.876 suara dan dapil Tapanuli Selatan 2 sebesar 720 suara serta menolak untuk selain dan selebihnya (hal. 118).
Amar putusan dikabulkan seluruhnya
Salah satu putusan PHPU yang dikabulkan seluruhnya adalah Putusan MK No. 33/PHPU.A-VII/2009 tentang PHPU DPD yang diajukan oleh Mursyid. Pemohon tidak menerima rekapitulasi penghitungan suara yang dilakukan oleh KPU Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang berbeda dengan rekapitulasi dari KPU Kabupaten Bener Meriah (hal. 3).
Atas permohonan beserta pembuktiannya di MK, MK menyatakan bahwa dalil pemohon terbukti dan beralasan menurut hukum sehingga menyatakan permohonan pemohon dikabulkan untuk seluruhnya, menyatakan batal keputusan KPU tentang penetapan hasil penghitungan suara calon anggota DPD Nanggroe Aceh Darussalam nomor urut 20 atas nama Mursyid di Kabupaten Bener Meriah. Menyatakan bahwa perolehan suara yang benar bagi calon anggota DPD Nanggroe Aceh Darussalam nomor urut 20 atas nama Mursyid di Kabupaten Bener Meriah adalah sebesar 48.022 suara sehingga jumlah suara menjadi 118.149.
Memerintahkan KPU dan Komisi Independen Pemilihan Nanggroe Aceh Darussalam untuk melaksanakan putusan ini (hal. 41 – 42)
*#Terintegrasi MC.AMPER@ PressTASI PUSAKA dan JAringan Wartawan Aktivis nusantaRA. . (Aldi Braga +62 813-7819-AFJB)