ARTIKEL.Jacob Ereste,ekspresinews.com
Meski tak jelas apa yang harus dimaafkan dan dimintakan permaafan itu, toh melalui kartu ucapan Lebaran secara khusus maupun yang kini cukup dirasa lebih efektif dan efisien disampaikan lewat media elektronik yang juga nyaris tak kalah banyak untuk dikirimkan dibanding dengan ucapan permohonan maaf yang kita diterima. Begitulah tradisi Umat Islam yang khas di Indonesia, karena tampaknya belum ada fenomena serupa yang terjadi di negara lain yang meyakinkan bila tradisi unik seperti ini sedang menuju budaya yang makin mengukuh.
Setidaknya, tradisi ber-maaf-maafan serupa itu telah berlangsung lama di Indonesia, tanpa pernah diketahui persis kapan awal mulanya dimulai. Bahkan di kampung kami dahulu, satu keluarga yang posisinya lebih muda dari anggota saudara yang lain datang secara beramai-ramai mendatangi keluarga yang dianggap lebih tua tersenut. Ada juga yang langsung singgah seusai melakukan sholat Idh di mesigit. Pendek kata, suasana kekeluargaan sangat kental dirasakan dalam acara maaf dan memaafkan ketika itu, sambil menyantap semua hidangan yang paling disukai.
Karena itu, kesadaran untuk mengendalikan — setelah ditempa selama bulan ramadhan kembali diuji — untuk semakin mampu mengendalikan diri. Sehingga saat menyantap kudapan di rumah saudara ini, harus tetap menyisakan tempat untuk melahap makanan di tempat saudara atau di kediaman kerabat dan sahabat yang lain. Karena kalau sampai tidak menyantap di kediaman saudara atau tetangga yang lain itu, bisa dianggap tidak baik. Karena tradisi makan di tempat saudara maupun tetangga ini, merupakan suatu kehormatan sekaligus rasa bangga tersendiri.
Tradisi meminta maaf dan memaafkan ini sungguh patut dijaga serta dilestarikan, sebab esensi dari kandungan makna terdalam dari tradisi ber-maaf-maafan, dapat menjadi daya pendorong terhadap sikap ugahari (rendah hati) bahwa sesungguhnya kita sebagai manusia tidak mungkin dapat sepenuhnya menghindari dari keluputan. Khilaf dan alfa, seperti untuk memberi perhatian atau bahkan pertolongan yang sepatutnya dapat dilakukan untuk orang lain, sungguh penting dan perlu. Utamanya bagi keluarga, saudara termasuk sahabat dan tetangga yang memerlukan pertolongan atau pun bantuan yang mampu kita lakukan.
Sikap rendah hati atau ugahari ini perlu dijaga serta terus diperbaharui agar tetap moncer guna mendekatkan diri pada kesempurnaan sebagai manusia yang mulia, sebagai khalifah Allah di muka bumi. Apalagi dalam berbagai tuntunan agama jelas dan tegas menyatakan bahwa sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang bisa membahagiakan orang lain, meski dalam bentuk yang paling sederhana sekali pun, sekecil biji sawi.
Tradisi meminta maaf dan memberi maaf yang menandai usainya menunaikan ibadah puasa pada bulan ramadhan dapat menjadi contoh dan dinikmati juga nuansanya yang mesra dan indah bagi saudara kita non-Muslim. Sebab hanya dengan cara seperti itu — sebagai salah satu cara — untuk meyakinkan bahwa Islam itu mengusung titah langit yang sakral penuh nilai-nilai spiritual, yaitu rahmatan lil alamin. Bukan teroris !, seperti disalah- persepsikan itu.
Jacob Ereste Banten, 12 April 2024
(Nusantarajaya/Red)
#Terintegrasi MC.AMPER@ PressTASI PUSAKA dan JAringan Wartawan Aktivis nusantaRA